Gen Y: Live Up You Live, Live Up Your Career!!!

Sebagai Gen Y, adalah hal yang sangat wajar apabila kita pernah merasa jenuh atau ‘stuck’ dengan karir yang saat ini tengah kita jajaki. Rutinitas pekerjaan yang selalu datang tanpa henti, budaya organisasi yang dirasa masih “tradisional”, sistem “gilir kacang”, serta konflik personal dengan atasan, seringkali menjadi faktor yang membuat kita berpikir adanya fenomena “glass ceiling” yang mempengaruhi perkembangan karir kita di dalam organisasi.

Sebagai dampaknya, kitapun tidak bisa mengeluarkan energi kita secara 100% dalam bekerja. Kita menjadi mudah merasa lelah, tidak fokus, serta tidak bergairah. Bahkan dalam kondisi ekstrem, jika “kejenuhan” ini terus terjadi, tidak jarang dapat menjadikan kita menjadi mudah stress dan sakit – sakitan.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara kita untuk dapat mengelola rasa jenuh dan ‘stuck’ ini?

Bagaimana cara kita, untuk dapat terus menghidupkan gairah kita dalam bekerja serta berkarir?

“Rantai” Emosi

Perlu kita pahami, bahwa gairah diri kita dalam bekerja dipengaruhi oleh beragam faktor dari lapisan lingkungan yang ada di sekitar kita. Bukan hanya faktor lingkungan pekerjaan itu sendiri yang mempengaruhi, melainkan juga faktor lingkungan eksternal pekerjaan yang terkadang kita tidak sadari, semisal: faktor kondisi keluarga di rumah, faktor suasana hubungan kita dengan pasangan, serta faktor perkawanan kita komunitas, serta faktor-faktor lain yang terjadi di lingkaran sosial kita.

Menariknya, kondisi emosional kita dalam lapisan-lapisan lingkungan ini dapat saling mempengaruhi. Sering kita dengar perkataan “Jangan bawa masalah kantor ke rumah”, dengan tujuan untuk menjaga emosi positif rumah dari segala keluh kesah yang terjadi di kantor. Dalam contoh yang lebih ringan, sering pula kita jumpai, rekan kerja kita yang terlihat tidak bergairah di kantor, karena baru saja memutuskan hubungan dengan pasangannya. Seperti rantai yang saling terkait, kondisi emosional ini dapat saling mempengaruhi dari satu rantai ke rantai lainnya, bergulir dari lapisan lingkungan satu ke lapisan lingkungan lainnya. Oleh karenanya, apabila kita ingin membangun gairah kita dalam bekerja dan berkarir, penting juga untuk kita membangun gairah dalam ragam aktivitas kehidupan dan lapisan lingkungan kita.

Live Up Your Live: Pekerjaan, Hobi, dan Project Pribadi

Setidaknya ada 3 aktivitas yang perlu kita miliki untuk kita dapat mengelola gairah dalam hidup kita: Pekerjaan, Hobi, dan Project Pribadi. Dalam bentuk aktivitas, kita sebaiknya membedakan ketiga hal ini dalam tiga aktivitas yang berbeda-berbeda, sehingga apabila kita merasa jenuh atau “stuck” dengan salah satu aktivitas, kita dapat mengalihkan diri sejenak ke aktivitas lainnya, dan mengumpulkan kembali gairah dengan melakukannya.

Walaupun pekerjaan kita memang dapat menjadi hobi, dan sebaliknya, hobi kita dapat menjadi pekerjaan, kita tetap perlu memiliki aktivitas hobi yang terpisah dengan pekerjaan. Ini penting untuk disadari, karena hobi yang sudah menjadi pekerjaan, tetap dapat membuat kita merasa jenuh karena menjadi sebuah rutinitas dengan tuntutan – tuntutan tertentu. Oleh karenanya, kita perlu memiliki hobi yang mudah untuk dilakukan, effortless, serta dapat kita lakukan kapanpun saat kita membutuhkannya, seperti: olahraga, menonton film, membaca, bermain games, ataupun berkesenian. Bayangkan apabila kita hidup tanpa memiliki hobi, upaya me-refresh gairah dan pikiran akan menjadi suatu upaya yang sulit dilakukan.

Selain hobi, kita pun sebaiknya perlu memiliki project pribadi. Project pribadi ini dapat terintegrasi dengan pekerjaan ataupun hobi, tapi ketertarikannya, perlu sangat personal sehingga dapat menjadi sumber motivasi atau gairah diri. Salah seorang rekan saya di kantor yang hobi mendaki, memiliki project pribadi untuk mendaki seluruh puncak gunung yang ada di Indonesia, ini yang menjadi sumber motivasinya saat ia merasa suntuk dengan pekerjaannya. Salah seorang rakan saya di luar kantor yang hobi berteater, juga memiliki project pribadi untuk membuat film pendek, sehingga saat ia merasa suntuk di kantor, ia dapat berlari mengumpulkan energi sejenak, dengan membuat draft naskah film yang menjadi ambisinya tersebut. Dengan project pribadi inilah, kita dapat terus menyalakan ambisi di dalam diri, di tengah suasana pekerjaan yang terkadang sudah menjadi sebuah rutinitas.

Live Up Your Career: Karir Horizontal VS Karir Vertikal

Dalam suatu riset yang dilakukan oleh Asia Labor Market Survey pada 2013, dijelaskan 5 komponen dalam pekerjaan yang menjadi drive utama para pekerjta di Indonesia: (1) Future Career Opportunity, (2) Health Benefits (3) Ethics-Integrity, (4) Compensation, dan (5) retirement benefits. Dari penelitian tersebut, dapat kita lihat bahwa masa depan karir individu, menjadi faktor nomor 1 di dalam pekerjaan yang menjadi drive untuk bekerja dan berkarir di dalam perusahaan. Namun demikian, faktor karir di dalam perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terkadang bukan menjadi control kita, semisal opportunity akan posisi yang lebih tinggi. Oleh karenanya, penting untuk kita melihat karir tidak hanya secara vertical, melainkan juga horizontal.

Seorang sales memang dapat menjadi seorang sales manager, namun bagaimana dengan seorang pedagang, atau penulis buku yang mereka tidak bisa menjadi seorang direktur di pekerjaan yang mereka jalani? Kita tetap bisa mengembangkan karir kita dalam ranah yang lebih luas, seorang penulis buku, dapat berkembang menjadi seorang sutradara film, seorang pedagang kopi, dapat memperluas karirnya menjadi pedagang teh premium, inilah yang disebut dengan karir horizontal. Bahkan salah satu peserta pelatihan saya yang merupakan seorang CS senior di salah satu bank, mengembangkan karirnya sebagai salah satu pemilik brand martabak yang kini sudah banyak dikenal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat